Friday, November 17, 2006

IQRO'!!!!

Belle, dalam kisah “Beauty and the Beast”, akhirnya terpikat pada kebaikan Beast, ketika mendapatkan hadiah perpustakaan buku dalam suatu ruangan yang sangat besar. Si cantik Belle, berteman dengan Beast, pangeran yang dikutuk karena keegoisannya menjadi berwajah buruk laiknya monster, dan bahkan kutukan pun bisa berakhir karena mereka saling jatuh cinta. Tak hanya Belle yang ternganga, Naila dan saya pun yang bersama-sama menyaksikan tayangan video kartun pinjaman dari sekolah ikut takjub menyaksikan besarnya rak buku yang memenuhi dinding ruangan, dari bawah sampai ke langit-langit. Wow! Kami pun berkhayal, seandainya perpustakaan seperti itu juga kami miliki….
Membaca, adalah hoby yang menyatukan saya dan Naila. Kalau sudah masuk ke toko buku, kadang sampai lupa waktu. Berada di negeri yang hampir semua bukunya memakai huruf Arab ini, membuat kami jarang ke toko buku. Pernah sekali, untuk mengisi liburan kami mengunjungi toko buku di Jamahiriya street. Tapi hampir semuanya berabjad huruf arab, kecuali buku-buku kuliah umum. Mulai dari buku bergambar Disney, Barbie, sampai buku resep masakan dari Periplus juga berbahasa Arab. Gemas rasanya. Untung disitu dijual juga buku belajar membaca bahasa Inggris Keyworld, jadi ada juga yang bisa dibeli, sebagai obat kecewa.
Kalau pergi ke toko buku, Naila harus diminta untuk berjanji sebelumnya berapa buah buku yang boleh dibeli. Kalau tidak, bisa-bisa semua diangkutnya. Sebenarnya, dalam hati kecil, saya pun ingin seperti itu juga. Tapi kan kita harus mengingat anggaran dan kapasitas angkut dalam koper, walau sebenarnya memang tidak semua buku saya bawa. Ada yang memang untuk ditinggal dirumah saja.“wah ngeri kalau lihat Naila belanja buku,”demikian komentar budhe Tiwik. Tentu saja segera saya jelaskan, karena memang kalau sudah di Libya kita tidak bisa berbelanja buku. Jadi khusus liburan, agak dilonggarkan peraturannya. Curangnya, Naila kadang menghitung jumlah buku yang kami beli. Diapun segera menyamakan jumlahnya.
Kebiasaan membaca ini, pelan-pelan menular juga ke Papa Ando. Mulai kepulangan liburan musim kemarin, jatah tempat buku dikoper harus dibagi dengan Papa Ando. Saya hanya membeli beberapa novel saja, karena konsentrasi saya waktu itu pada belanja souvenir Indonesia. Sementara Papa Ando membeli buku seri Nagasasra sabuk Inten yang cukup tebal dan Mushashi, yang semuanya pernah dimuat sebagai serial di surat kabar. Tetapi ada satu novel, hasil buruan papa Ando yang membuat kami terkesan sampai kini, novel Ayat-ayat cinta, karangan Habiburraman El Sirazy. Novel ini, sepertinya tak boleh keluar dari rumah, karena sampai kini pun, Papa Ando masih sering membukanya. Tidak membaca ulang keseluruhan, hanya cuplikan-cuplikan tertentu saja.
Buku yang menceritakan tentang kehidupan mahasiswa pasca sarjana Universitas Al Azhar Kairo ini memang sangat mengesankan. Adalah Fakhri, sang tokoh, yang selalu mengingat Allah dalam setiap desah napasnya, setiap langkahnya. Ketika keimanan sudah mendarah daging, pemahaman tauhid yang mendalam, Allah menjadi satu-satunya yang dipentingkan, maka semua hal yang kelihatannya berat, akan terasa ringan. Cobaan dalam hidup, bukan untuk dikeluhkan . Hal yang indah tapi duniawi, tidak dihiraukannya. Sungguh nikmat membaca novel Islami ini. Pengarang tidak terjebak dalam alur yang klise. Membacanya, membuat kita malu. Betapa sedikit amalan-amalan kita. Betapa sedikit pengorbanan kita didalam meraih ridhaNya. Betapa banyaknya waktu yang kita sia-siakan selama ini. Banyak yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dari novel ini. Mungkin saja, sang tokoh terlalu idealis. Sulit menemukannya didunia nyata. Tapi, sungguh tidak salah kita mengambil idealisme yang ada ini sebagai acuan kita untuk melangkah kedepan.
Ada buku lain yang pernah popular di rumah. Buku-buku karangan Dan Brown, Da Vnci Code, ataupun Malaikat dan Iblis, sempat membuat saya keranjingan bernavigasi di internet untuk mencari lebih tahu tentang hal itu. Bahkan ketika berkunjung ke Paris saya luangkan waktu dengan menyusuri museum La Louvre untuk melacak jejak daerah terbunuhnya sang curator. Ronggeng Dukuh Paruk nya Ahmad Tohari yang pernah dimuat sebagai cerita bersambung di harian Kompas termasuk koleksi berharga kami pula, selain cerita-cerita criminal dalam bahasa Spanyol dan Inggris. Tetapi saat ini, rasanya saya harus pamit dulu pada buku-buku hiburan ini, karena masih ada buku lain yang jauh lebih bermanfaat dan belum saya sentuh.
LA TAHZAN, Jangan bersedih, karangan Aidh bin Abdullah Al Qarni, juga merupakan bacaan yang tidak bosan-bosannya kita pelajari. Kalau sedang gundah, semangat turun, banyak berkeluh, biasanya saya akan mengambil buku ini dan mencari tema yang cocok. Alhamdulillah, biasanya akan terobati. Tutur bahasanya lembut. Menyentuh. Banyak cuplikan ayat-ayat quran maupun hadits dan disusun dalam rangkaian kalimat yang manis. Memang, dalam pengantarnya pun disebut, secara umum buku LA TAHZAN berkata kepada pembaca “Bergembiralah, tenanglah, bersenanglah, bersikaplah optimis, dan janganlah bersedih!”. Dulu, buku ini bersaing dengan komik detektif CONAN (kombinasi yang menarik bukan?), menemani saya tergolek 12 hari di rumah sakit saat melahirkan Azul, karena mengalami infeksi. Dulu kita sempat membeli edisi luks, tapi ternyata jauh lebih nyaman edisi buku saku, yang terbagi jadi empat jilid, sehingga mudah dibawa kemana-mana.
Kalau ada yang punya waktu luang, cobalah baca “Sifat Shalat Nabi” dari Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Cocokkan cara sholat kita, sudahkah sesuai tuntunan? Bacaan-bacaan yang kita lakukan, cara berwudlu kita. Belum terlambat untuk memperbaikinya kalau masih ada yang kurang. Insya Allah dari buku itu, akan banyak manfaat yang bisa dipetik. Jadi tidak ada salahnya pula untuk memilikinya.
Dari membaca memang banyak hal yang bisa kita dapatkan. Bahkan dari yang sekedar novel pun, yang bukan kelas kacangan tentu saja, kadang kita bisa memetik manfaat misal memperoleh gambaran kehidupan suatu kelas sosial, apalagi dari buku-buku yang bersifat ilmiah. Ketika melahirkan Naila di Argentina, banyak yang saya dapatkan dari buku tentang teori-teori merawat anak, pangaturan menu, pendidikan. Ah, kalau tentang bagaimana merawat bayi Naila memang terlalu teoritis, kebanyakan teori bahkan! Ketika teori mengatakan bayi dikenalkan makanan padat mulai usia 6 bulan, pas ulang bulan yang keenam, segera saya beri bubur bayi, dan dia masih menolak. Langsung saja kepala terasa berat, karena hasil yang ada tidak sesuai dengan yang dibuku, dan itu masih ada banyak hal lainnya.

Naila dan Azul pun tak mau ketinggalan. Naila, membaca buku apa saja. Bahkan hari ini, Kamis 16 nopember 2006, dia memperoleh sertifikat “Good Reading and helping others”. Dalam sehari biasanya dia bisa meminjam dua buah buku dari sekolah, karena dirasa oleh gurunya, satu akan kurang untuknya. Memang dari empat penghargaan yang didapatnya, yang 3 adalah penghargaan atas prestasi membacanya, sedang yang satu tentang good colouring. Koleksi buku Naila ada bermacam-macam. Mulai dari koleksi Mio dari Mizan sampai serial ilmu pengetahuan. Jenis bahasanya juga komplit, bahasa Indonesia , Inggris, Spanyol dan….Jerman, yang kami tidak mengerti artinya. Tidak semua buku kami beli baru. Ketika ada bazaar di sekolah-sekolah, kadang bisa kami dapatkan buku buku bekas pakai. Di Tripoli yang sulit untuk mendapatkan buku, tentu saja hal ini sangat berharga. Saking nafsunya, buku-buku berbahasa Jerman pun tidak luput dari serbuan kami...

Untuk Azul, koleksinya favorit masih buku tiga dimensi, jenis pop up. Judulnya Curious George, tentang petualangan si monyet yang bernama George. Buku ini kalau dibuka akan keluar gambar-gambar tiga dimensinya. Azul suka sekali. Sayangnya sudah ada beberapa gambar yang “CAH…CAH”. Maksudnya pecah, atau mau bilang rusak.
Sewaktu kecil, saya jarang menikmati permainan yang bermacam-macam, karena membaca bagi saya lebih menarik. Profesi yangti dan yangkung sebagai guru yang kemudian menjabat sebagai kepala sekolah, sangat membantu hobby kami, anak-anaknya. Semua buku yang menarik di perpustakaan SMP 5 dan SMP 10, sepertinya saat itu sudah kami baca. Bahkan sewaktu kelas 4 SD, saya ingat, sudah membaca novel tebal berjudul “Quo Vadis” yang bercerita tentang NERO, dari romawi. Saking hausnya dengan bacaan, cerita-cerita rakyat dari Balai Pustaka, yang harus dirangkum oleh budhe Tiwik untuk laporan di sekolahnya saat itu, juga ikut saya lahap saja. Dan tidaklah heran, kalau saat inipun semua cucu yangti dan yangkung juga berperilaku sama terhadap buku. Kalau mau nraktir mereka, ajaklah ke gramedia. Ditanggung semua akan happy!
Dari semua anak yangti, Om Iwan paling lengkap koleksi bukunya. Kalau Budhe tiwik dan Budhe Yeni, koleksinya kebanyakan tentang disiplin ilmu mereka, maka koleksi Om Iwan kebanyakan novel maupun buku biografi. Senang rasanya kalau sedang berkunjung ke permata timur, Jaktim, rumah Om Iwan, karena waktu rasanya kurang untuk menghabiskan semua judul yang ada. Memang sih, profesi Om Iwan dan tante Uni sebagai wartawan, membutuhkan banyak bacaan. Jadi tidaklah heran kalau belanja buku bisa ratusan ribu atau bahkan mungkin jutaan, toh itu sebagai investasi kerja juga.
Ala kulli hal, any way, sebenarnya dari semua itu, ada satu kitab, yang sebenarnya tidak akan pernah membosankan, yang kalau dibaca mendatangkan kesejukan, yang selalu menunggu sentuhan kita, AL QUR’AN. Kalaulah membaca novel Da Vinci Code, saya bisa khatam dalam beberapa hari, Ronggeng Dukuh paruk dalam semalam, bisakah saya mengarahkan diri saya dan keluarga untuk merubah kebiasaan membaca buku, menjadi kebiasaan membaca Al Qur’an, yang juga akan khatam hanya dalam hitungan hari???

0 Comments:

Post a Comment

<< Home